Anak Berkelainan Kemampuan Sosial

Anak Berkelainan Kemampuan Sosial

Waaaah Riau Pos memberi judul "serrreeem" pada Surat Pembaca yg ku tulis tanggal 11 Juni 2011, Terimakasih Riau Pos telah menayangkannya..

Si Introvert

Mengenang hari-hari awal perkuliahan di Pasca, aku paling jengkel melihat pria berkumis yang sangat katrok. Dari mulutnya selalu keluar celaan jika kami membahas teknologi pendidikan atau apapun yang berbau modernisasi. Hingga aku digelari miss powerpoint olehnya, karena waktu itu aku satu2nya yang membahas slide untuk anak SD. Sebenarnya bukan aku sendiri, kami ada 3 orang yang berasal dari sekolah swasta yang sudah mengenal baik masalah teknologi pendidikan.
Masalah menyebalkan ini masih terus berlanjut tatkala kerja kelompok mat kul teknik analisa data.Aku sekelompok dengan makhluk itu dan benar saja doi menolak berkelompok dan memilih tugas individual. Satu2nya yang bubar hanya kelompok kami. Dosen kami member bonus siapa yang menyerahkan tugas dalm 1 minggu mendapat nilai plus dan berkurang pada minggu-minggu berikut. Dan dialah orang pertama yang menyelesaikan tugas kurang dari 7 hari dan mendapat nilai 126...(wah ajaib ada nilai lebih dari 100)
Tugas kelompok Filsafat aku masih sekelompok (uh sebalnya) konyolnya aku yang mengerjakan makalah itu sendirian untuk dinamai bertiga,.......endingnya aku mendapat nilai B, 2 teman ku mendapat nilai A.
Semester berikut mau tidak mau dia harus beradaptasi dengan teknologi. Tapi setiap ada diskusi dari makalah kami dia selalu mencari kelemahan teknologi, seolah2 teknologi memiliki sisi negatif saja....masih katrok. Tiba2 suatu hari dia menyajikan makalah dengan beberapa slide bagus sekali. Isi dan tampilannya tepat sasaran dan pastinya mendapat pujian dari dosen. Aku juga memberi pujian yang tulus. Sejak itu hubungan kami mulai membaik dan dari mulutnya tidak ada cemoohan lagi. Yang pasti aku tidak pernah sekelompok lagi dengan dia karena aku memilih siapa yang aku inginkan dan sampai semester ke 3 mendapat nilai sempurna.
Waktu berlalu hingga kami sibuk urusan tesis masing-masing. Tiba-tiba terdengar kabar teman kami yang sangat idealis dan selalu serius itu sakit sudah 2 bulan. Maka dari sisa penghuni kelas yang dapat dikumpulkan kami berangkat ke rumahnya. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, teman kami menderita stress. Wajah sangarnya telah berubah jadi lelaki tua yang bersembunyi dari rasa ketakutan yang sering menghinggapinya.Takut ditengah keramaian, takut bertemu orang, takut mati dan rasa takut itu membuat semangatnya bagai terbang, tinggallah seonggok badan tak berdaya.
Sebagai teman, kami hanya bisa berdoa demi kesembuhannya.Meyakinkannya bahwa hanya dirinyalah sebagai penyembuh dengan selalu berusaha berfikir positif, lebih terbuka dengan orang lain termasuk ke istrinya. Hdapi hidup apa adanya.
Dalam hati aku bersyukur, walaupun aku merasa punya persoalan yang belum selesai masalah Faiz, tapi karena aku lebih terbuka, banyak teman dan dekelilingi orang-orang yang mencintai semuanya aku lewati dengan ikhlas. Semua pasti ada jalan keluarnya.