Bukan eMak Biasa

Ketika kita memilih, apakah akan menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga, pertimbangannya adalah sisi financial dan aktualisasi diri. Tetapi disaat era digital dan globalisasi ini, dampaknya  juga mengenai ranah para eMak untuk mengambil keputusan. Pertimbangannya jadi berbeda. Menjadi wanita kantoran yang keren dan wangi, tapi selalu mengeluh akan kepuasan kerja yang tidak didapatkan, gaji tidak naik-naik, karir mandeg atau lainnya. Atau setelah menjalani jam kerja seperti robot, diselingi sosialisasi dengan klien lalu pulang kerumah menghapus segalanya dan muncullah sosok bibik dengan daster bututnya. Atau menjadi ibu rumah tangga yang mirip pembantu rumah tangga, karena dari subuh sampai magrib bekerja hanya melayani keluarga saja, Atau...ibu rumah tangga yang selalu sirik pada tetangga...(gak deh jreng) Sepertinya keduanya sama saja, mereka  hanya  eMak  biasa.

Taaapiii eMak yang aku jumpai saat kopdar minggu 5 Agustus 2012 lalu berbeda.  Masing-masing punya 'karir' dan rasa percaya diri yang tinggi karena mereka punya talenta yang pantas dikedepankan ketimbang status A atau B. Aku menyimak bagaimana pengalaman  mak Elsenovi dalam sosialisasi internet sehat, mendapati ibu-ibu di sebuah instansi BUMN masih banyak yang gaptek bahkan memegang mouse masih kaku. ( ini juga terjadi dikelas pasca yang diikuti para kepala sekolah, membuat dosen matkul statistik/analisis data naik pitam karena sebagian besar tidak paham menggunakan laptop). Info dari Mak Lusi pemilik Ladaka Handicraft  menyebutkan bahwa ketika para ibu rumah tangga  diajari social media, Facebook,..malah keranjingan update status dengan tulisan bagaikan ratapan anak tiri ,  mengintip-intip mantan sambil curhat. Tanpa berkeinginan untuk menjadi wanita yang berkualitas. Sedangkan 2 eMak muda lainnya membuat aku kagum dengan kecil-kecil cabe rawitnya yang telah menghasilkan tulisan yang menginspirasi.Dari mak Oci aku melihat bahwa memiliki buku sendiri bukan lagi hal yang mustahil. Dengan gamblang mak Oci menerangkan bagaimana memulai menulis dengan bergabung dengan penulis lain atau komunitas kepenulisan,  bagaimana mencetak, apakah mau secara online atau off. ahhh banyak deh yang diterangkannya dalam waktu yg singkat, sambil sekali-sekali direngeki si kecil mengajak pergi ke mall. Begitu juga dengan mak Mayya/Eka lulusan Perguruan Tinggi yang nota bene banyak ditampung diperusahaan migas dan telekomunikasi, mendedikasikan dirinya untuk kemajuan para eMak dalam tulisannya yang indah sambil mengasuh si kecil.

Dari hasil pertemuan itu kami punya niat mengumpulkan blogger se Riau yang telah bergabung dalam Kumpulan Emak2 Blogger maupun yang akan bergabung. Mengikuti/mengadakan even even bertemakan semangat menulis buat para eMak, bahkan mak Else menawarkan kursus jahit gratis di studionya...asyiiiikkkk...

Aku yakin dalam hati para eMak yang tak biasa ini tersimpan hasrat ingin memajukan para eMak lain agar melihat dunia dengan cara pandang yang berbeda. Pilihan makin beragam :Wanita karir yang biasa-biasa saja,  Wanita karir yang bermanfaat buat orang banyak, ibu rumah tangga yang cerdas atau ibu rumah tangga biasa. Dalam Kumpulan Emak2 Blogger  dan komunitas lain bayak para eMak yang penuh talenta. Berhasil berkarir sesuai minat dan bakatnya, telah menjawab buku multiple intelegences nya mbah Howar Gardner...Smart Ummi, be yourself menjadi identitas wanita di morning raindrops sambil mengembara senda pada senja..

Dibawah tiang Mesjid

Seperti biasa, jika sudah memasuki pertengahan Ramadhan, barisan shalat tarwih tinggal 2 saja. Itupun sepertiganya diisi oleh anak-anak dan dua pertiganya oleh remaja dan orang tua (aku masuk kategori remaja 20 an tahun yll) . Malam itu ceramah menjelang tarwih diisi oleh ustazah. Entah kenapa aku merasa kurang sreg. Terkantuk-kantuk di tiang mesjid dimana aku bersandar dan meluruskan kaki persis nenek-nenek yang duduk di dekat jendela. Jemaah wanita yang lain juga mengisi dinding dan tiang-tiang mesjid sebagai sandaran. Tinggallah anak-anak mengisi bagian tengah sambil mencatat di buku amaliah Ramadhan.

Perhatian ku tertuju pada anak kecil usia 2 tahunan memakai mukena bunga-bunga. Dari pada terus menerus menguap aku lebih asyik memperhatikan tingkah laku bocah itu. Tiap sebentar mukenanya diangkat menutupi muka lalu berjalan sempoyongan. Ada anak perempuan usia belasan tahun menyambut, kulihat muka mereka mirip. Pasti mereka adik kakak. Tidak lama bocah lucu itu minta pipis, maka digendong oleh kakak yang lain yang mukanya juga mirip usianya sepantaran anak kuliahan. Setelah itu mereka masuk lagi dan si adik telah melepas mukenanya. Gerakannya makin lincah saja. Sebentar menungging dan mengangkat satu kakinya kemudian kedua kaki. Hop ! mukanya mendarat di karpet mesjid. Seolah tidak peduli, gerakan tersebut diulang berkali-kali. Sadar kalau aku terus memperhatikannya sambil tersenyum, aksinya makin bertambah. Kemudian seorang kakak yang lain lagi sekitar 10 tahun, menegur si adik. Tapi si adik malah kabur ke balik tiang. Dan memulai lagi aksinya jumpalitan. Lalu kakak yang lain lagi mulai marah dan menarik lengan adiknya dengan keras. Total sudah 4 kakak ditambah si adik berada di mesjid. Wajah mereka berlima nyaris sama, dengan jarak usia yang cukup jauh.

Mungkin karena kesal karena si adik tidak mau diam, mereka meninggalkan mesjid sebelum tarawih dimulai. Lalu kemana ibunya? trus,  jadi pikiranku rentang 20 tahun itu apa ibunya melahirkan terus ya?.....wah...wah....supermom apalagi pengasuhan anak-anaknya bisa di gantikan oleh anak yang lebih besar. Ahh pikiran ku kok jatuh pada kenapa begini kenapa begitu dari pada memperhatikan tausiah malam itu.

Dari bawah tiang mesjid, satu persatu jamaah mengangguk-angguk (setuju) atau sedang dilanda kantuk berat. Aku senyum geli, mubalighah terus memompa semangat mengingatkan jamaah untuk.....(waduh ......isi pengajiannya apa ya?). Jamaah  berjuang keras melawan kantuk. Dan aku berhasil melawannya dengan mengalihkan perhatian pada bocah kecil yang lucu tersebut.