Dunia Dalam Genggaman


“Dunia dalam genggaman”, begitu kata teman lama saya beberapa tahun yang lalu. Saat itu saya masih bertanya-tanya bagaimana teman saya bisa membalas yahoo massangers kalau dia masih berada di carefoor.  Terbayang teman saya duduk dipojok dengan perangkat laptopnya, lalu sesekali memilih barang belanjaannya. Hmmm,..ibu rumah tangga yang melek teknologi dan mau ya repot-repot bawa laptop ke supermarket. Di saat lain, kembali saya terheran-heran ketika seorang teman blogger mengatakan sedang belanja di hypermart lalu mengirim sebuah postingan. Waktu saya tanyakan bagaimana caranya beliau mengatakan “dunia dalam genggaman”
Sebagai ibu bekerja, sehari-hari saya berhadapan dengan computer atau laptop. Tapi urusan belanja atau jalan-jalan semua perangkat tersebut tidak saya sentuh lagi. Jadi saya hanya menggengam mouse bukan menggenggam dunia, hanya dijam-jam kerja dan sesekali dirumah saja saya bisa melongok dunia. Istilah “dunia dalam genggaman” terus bergelayut dibenak saya. Dengan malu-malu akhirnya saya bertanya ke teman lama itu, bagaimana caranya menggenggam dunia. Norak ya. Tapi daripada saya terus penasaran biarlah dikatakan norak atau kampungan. Ternyata yang dimaksud adalah penggunaan gadget mutakhir kala itu yaitu perangkat smartphone Blackberry. Kecil, segenggaman tangan tapi mampu menguasai jagad maya. Keypadnya menggunakan huruf yang terpisah “qwerty” sehingga memudahkan untuk menulis pesan yang lumayan panjang. Pokoknya memiliki blackberry punya nilai prestisius yang tinggi, karena mampu menggengam dunia.
Tahun 2011 perkembangan smartphone makin pesat. Ada iPhone, ipad dengan android dan iOS. Lalu muncullah pesaing baru muka lama yaitu Nokia yang menjajal Windowphone, Samsung tab dan galaxy berjaya dengan androidnya . Sementara Blackberry mulai meredup dari kedigdayaan smartphone.  Lalu lintas gadget apapun bentuk dan merknya semua sama, dengan niat yang sama yaitu dunia dalam genggaman. Lalu sebenarnya apa  makna dari dunia dalam genggaman? Menilik dari arti harfiahnya dengan tangan kita yang kecil ini mampu memegang dunia yang seluas ini. Tetapi dalam Tasawuf ada makna Zuhud yaitu menjadikan dunia hanya ada digenggaman. Artinya suatu saat kita akan melepaskannya. Maka dalam istilah gadget, sesuatu yang hebat pada awalnya akan selalu beralih, berkompetisi. Ada yang tertinggal ada yang unggul. Namun adakalanya semua hanya dalam genggaman saja, untuk kemudian dilepaskan
Saat ini para wanita seperti dimanjakan dengan perangkat yang satu ini. Bagaimana tidak, ingin tahu resep masakan A…tinggal cari di search engine, mau ngintip mode terbaru, tinggal usap layar. Ngetok dapur tetangga aihh  gak malu lagi nanyain resep sambel terasi. Hingga ngintip kamar tetanggapun bisa. Olala, ngobrol leluasa dengan suami orang bisa juga ..Weitttss bahaya ya. Apalagi mau belanja-belanja, semua serba ada. Betapa nyamannya, duduk diberanda ditemani segelas jus dan sepiring roti kering sambil menulis di blog pribadi diiringi lagu “some one like you” nya Adele. Di tahun2 mendatang kenyamanan apalagi ya….

K E B A Y A


Saat ini kebaya bukan lagi busana milik kaum priyayi, nyonya-nyonya, atau busana agung yang hanya bisa dikenakan saat menikah atau wisuda. Para disainer seperti berlomba menciptakan kebaya agar membumi, bisa dikenakan diberbagai kesempatan dan usia. Booming kebaya memang dibawa oleh disainer kondang Anne Avantie. Bahan brokat dengan payet swarosky, sepertinya idaman para selebrity ketika mereka nikahan . Tapi masih banyak desainer lain yang konsisten dengan tema masing-masing.
Mengupas “kebaya” rasanya aku bukan ahlinya. Tapi jauh dilubuk hatiku yang paling dalam dan tersembunyi di dunia yang gelap gulita, bersemayam keinginan untk memakainya. Kenginan nyeleneh ketika moment sacral telah kulewati. Namun some day I ll be .
Kembali kemasa ….Dulu ketika mau wisuda di tahun 1993, aku melirik ke bahan brokat untuk dibuat jadi  sepotong kebaya. Zaman itu jika wisuda wajib hukumnya mengenakan kebaya, konde, kain yang di wiron dan selop. Membayangkan sanggul segede tampi beras nangkring dikepalaku, membuat nyaliku berkebaya surut. Betapa tidak leherku yang kurus harus menopang kepala dengan beban sepinggan. Lalu lilitan kain berwiron selama hampir 12 jam juga menyurutkan minatku. Bukan itu saja, konon bagi yang berbadan rata kita harus menggunakan under wear khusus, untuk menyumpal pinggul dan dada. Emoh lah kalau begitu. Lebih baik aku tampil beda dengan baju kurung dan sanggul kecil dari rambut sendiri plus sepatu yg waktu itu pertama kalinya ku miliki, high heel setinggi 7 cm Merk Aigner yg masih tersimpan sampai sekarang. Terpaksa impian berkebaya dicoret dari daftar hidupku.

Konon kebaya identik dengan wanita bertubuh montok, yang pantas mengenakannya. Tapi tidak begitu dengan Sundari Soekotjo. Cantik Ayu,..Seolah-olah jika memakai kebaya bisa sim salabim se ayu Mba Sundari. Keinginan untuk tampil seanggun Sundari Soekotjo muncul, lalu seketika padam. BB masih berkisar di angka 40 an, bak selembar papan. Jariknyapun masih menakutkan. Melilit ketat dan kalau melangkahkan kaki harus  menyilang-nyilang.
Lalu muncullah para disainer masa kini dengan kebaya modern  dengan bagian bawahnya bisa berupa rok. Bisa dilihat di kebaya rancangan Awi Arai Pinang. Jarik ketat tidak mutlak lagi. Model kebaya juga bervariasi. Bisa terbuka dan tertutup. Nah ini banyak dipakai pengantin berbusana muslim. Teman ku yang punya wedding organizer memiliki koleksi yang cantik-cantik. Satu hal yang paling membanggakan dalam evolusi kebaya, justru kelihatan bagus dipakai wanita bertubuh kurus. Lihat saja para peragawatinya Anne Avantie seperti Indah Kalalo. Remaja pun tetap girly dengan kebaya babydoll atau lengan pendek. Hal ini  aku lihat sewaktu FarewelNight sekolah Fira. Mcnya yang siswi kelas 8 memakai kebaya encim putih dengan rok A batik kacang goreng. Siswi tersebut mengenakan jilbab tapi tidak keliatan seperti ibu-ibu, lalu ada lagi yang mengenakan kebaya lengan pendek hitam ahh cantiklah pokoknya.
Saatnya telah tiba. Dengan bahan brokat ungu ditangan, aku memantapkan langkah ke tukang jahit specialis kebaya yang ada di Pekanbaru. Merogoh kocek sedikit dalam demi selembar kebaya berpayet, berlengan lonceng dan aksen obi. Ini hasil diskusi 1 jam dengan tukang jahit untuk hasil akhir hampir 6 bulan lamanya. Yippiee.. setelah menunggu hampir 2 dekade, kebaya impian  akhirnya bisa kukenakan. Tapi apa yang kurasakan???? Lengan gatal-gatal dan kesemutan, sesak napas, dan gerah. Tragisnya lagi kebaya itu hanya bersembunyi dibalik jubah berwarna hitam. Hingga acara berakhir semua kancing kebaya terpaksa kulepas. Agar kulitku tidak melepuh kepanasan, perlu semilir angin didalam dan diluar, walaupun AC berhembus kencang. Kebaya oh kebaya, kenyamanan tetap diatas segalanya….