Waktu demikian cepat berlari. Tak terasa kami sudah mulai beruban, kulit mulai mengendor dan mulai ada kerutan samara. Makin terasa tua saat putra putri mulai aqil baliq. Pertama Fikri yang makin hari suaranya semakin serak.. Badannya makin cepat tinggi. Baru kusadari dia lebih tinggi dari ku. Agak sulit kalau aku melingkarkan tangan merangkulnya.
Siang ini aku juga seperti tersengat ketika Fira melaporkan kalau putri ku ini mendapat haid yang pertama. Ekspresinya tersenyum bangga bahwa mulai hari ini dia telah menjadi wanita. Tapi batinku linu,...aku harus bagaimana menjaga, apakah seperti kristal, seperti boneka, atau biarkan dia tumbuh sebagai mana dia harus tumbuh.
Untunglah dizaman sekarang anak-anak perempuan sudah sedari dini dipersiapkan menghadapi perubahan yang akan terjadi pada dirinya. Bagaimana harus bersikap, bagaimana cara membersihkan diri. Sehingga anak-anakpun lebih terbuka.
Sebagai ibu aku tinggal menunjukkan bagaimana cara memasang pembalut, membuangnya, membersihkan (mandi) jika haid sudah selesai. Seiring waktu tentu aku juga harus memberi pengarahan bagaimana harus bergaul dengan lawan jenis, apa yang harus dijaga , dan bagaimana mencitrakan diri sebagai muslimah yang tidak hanya memakai kerudung saja.
Yang paling aku heran sekaligus bangga, saat Fira les mengaji, aku mempermisikan pada ustadnya bahwa Fira off dulu baca Quran, Fikri bertindak layaknya Ustad mengajak Fira untuk membaca hapalan surah saja. Beberapa hari Fira tidak berpuasa Fikri tidak bertanya atau mengolok. Semua berjalan seperti hal yang biasa. Wah, kemajuan zaman ataukah memang anakku yang bersikap dewasa dan pintar bahwa manusia akan melewati beberapa fase dalam kehidupannya. Tidak selayaknya menjadi bahan olokan.
Sesuatu yang berbeda dengan yang aku terima dulu. Aku harus sembunyi membuang pembalut. Atau saat tidak ikut berpuasa aku sering diolok-olok abang.....Dan haid menjadi hantu yang tak boleh disebut namanya dirumah, biar aku guling-guling kesakitan, papa akan menanyakan lewat mama kalau-kalau haid ku tidak beres.
Jadi ibu dari anak perempuan menyenangkan, kita bisa sharring, kemana-mana bisa kompak, memilih baju dan asesoris bisa saling memberi ide. Tapi ada perasaan was-was yang entah apa mulai aku rasakan
Siang ini aku juga seperti tersengat ketika Fira melaporkan kalau putri ku ini mendapat haid yang pertama. Ekspresinya tersenyum bangga bahwa mulai hari ini dia telah menjadi wanita. Tapi batinku linu,...aku harus bagaimana menjaga, apakah seperti kristal, seperti boneka, atau biarkan dia tumbuh sebagai mana dia harus tumbuh.
Untunglah dizaman sekarang anak-anak perempuan sudah sedari dini dipersiapkan menghadapi perubahan yang akan terjadi pada dirinya. Bagaimana harus bersikap, bagaimana cara membersihkan diri. Sehingga anak-anakpun lebih terbuka.
Sebagai ibu aku tinggal menunjukkan bagaimana cara memasang pembalut, membuangnya, membersihkan (mandi) jika haid sudah selesai. Seiring waktu tentu aku juga harus memberi pengarahan bagaimana harus bergaul dengan lawan jenis, apa yang harus dijaga , dan bagaimana mencitrakan diri sebagai muslimah yang tidak hanya memakai kerudung saja.
Yang paling aku heran sekaligus bangga, saat Fira les mengaji, aku mempermisikan pada ustadnya bahwa Fira off dulu baca Quran, Fikri bertindak layaknya Ustad mengajak Fira untuk membaca hapalan surah saja. Beberapa hari Fira tidak berpuasa Fikri tidak bertanya atau mengolok. Semua berjalan seperti hal yang biasa. Wah, kemajuan zaman ataukah memang anakku yang bersikap dewasa dan pintar bahwa manusia akan melewati beberapa fase dalam kehidupannya. Tidak selayaknya menjadi bahan olokan.
Sesuatu yang berbeda dengan yang aku terima dulu. Aku harus sembunyi membuang pembalut. Atau saat tidak ikut berpuasa aku sering diolok-olok abang.....Dan haid menjadi hantu yang tak boleh disebut namanya dirumah, biar aku guling-guling kesakitan, papa akan menanyakan lewat mama kalau-kalau haid ku tidak beres.
Jadi ibu dari anak perempuan menyenangkan, kita bisa sharring, kemana-mana bisa kompak, memilih baju dan asesoris bisa saling memberi ide. Tapi ada perasaan was-was yang entah apa mulai aku rasakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar